Menjadi Manusia Unggul

12 May 2009

oleh: Drs. Nasukha, MSc

Peneliti di Institute for Science and Technology Studies (ISTECS)


Belakangan, istilah unggul, walaupun barangkali seringkali subjektif sesuai dengan kriteria para penggagasnya, tengah ngetrend di kalangan masyarakat. Apakah itu berupa Riset Unggulan Terpadu (RUT), Riset Unggulan Terpadu Internasional (RUTI), Sekolah Unggulan, ataupun bibit unggul.

Namun, kalau kita mau lebih mencermati, dalam setiap penggunaan kata ‘unggul’ itu, selalu terselip makna ‘seleksi’ dan ‘kompetisi‘. Misalnya, untuk bisa masuk ke SMU Unggulan, tentunya seorang siswa harus memiliki NEM SLTP yang tinggi. Demikian juga untuk bisa terpilih dalam 10 besar RUTI atau diterima dalam program RUT, maka peneliti harus berkompetisi dengan semua proposal yang masuk. Artinya, sesuatu yang dianggap unggul harus telah melalui suatu proses ‘seleksi’, ‘kompetisi’ dan tahapan dengan kriteria-kriteria yang terukur. Karena tanpa hal itu, yang ada adalah ‘rekayasa’, ‘pemaksaan’ dan segala tindak unfair lainnya.

Hakikat unggul dan unggulan adalah sebuah ‘proses‘. Adalah sesuatu yang harus dijalani dan diikuti. Bukan sesuatu yang given jatuh dari langit atau diperoleh dengan cara by passing (tiba-tiba). Hal inilah yang melandasi Michael Hart dalam bukunya Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah memilih dan mengakui bahwa generasi sahabat Rasulullah Saw adalah generasi terbaik yang Read the rest of this entry »


Jejak Berdarah Pasukan Salib

8 January 2009

oleh: Hepi Andi

Jika imperium Kristus di Asia Tenggara benar-benar berdiri, tak hanya akan memporak-porandakan keutuhan bangsa, tapi juga martabat kemanusiaan akan diinjak-injak. Jejak berdarah pasukan salib dalam sejarah, masih basah.

Di balik upaya AS memberangus gerakan Islam sebenarnya tersembunyi niat busuk teramat jahat; ingin mendirikan imperium Kristus di Asia Tenggara. Ambisi ini telah direncanakan sejak beberapa tahun silam. Berbagai bukti pun mulai terkuak, baik melalui penemuan dokumen rahasia maupun aksi yang mereka gelar.

Jika ambisi ini terwujud, sebenarnya, bukan umat Islam saja yang patut khawatir, tapi juga dunia. Sebab, jika komunitas ini berkuasa, ia tak hanya menghancurkan keutuhan suatu bangsa, tapi juga menginjak-injak martabat masyarakatnya, tanpa pandang bulu. Slogan kasih yang mereka hembuskan hanyalah isapan jempol yang manis di bibir tapi pahit dirasakan.

Ketika Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan Salib pada 15 Juli 1099, terjadilah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud menyebutkan, “Ketika orang Kristen menaklukkan Jerussalem pada 1099, kaum muslimin dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Jerussalem tidak punya tempat lagi bagi mereka yang kalah. Beberapa orang berusaha mengelak dari kematian dengan cara mengendap-endap dari benteng, yang lain berkerumun di istana dan berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di masjid-masjid. Namun, mereka tetap tidak bisa menyembunyikan diri dari kejaran orang-orang Kristen itu.”

Aksi pembantaian hanya berhenti beberapa saat, yakni ketika pasukan Salib berkumpul untuk merayakan upacara kemenangan mereka. Setelah upacara itu selesai, pembantaian diteruskan lebih ganas lagi. Michaud melanjutkan, “Orang-orang Islam dipaksa terjun dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah. Mereka dibakar hidup-hidup, diseret dari tempat persembunyian bawah tanah, dan digantung di tiang gantungan.”

Jejak berdarah pasukan Salib di Bosnia pada 1992 pun masih basah dalam ingatkan kita. Kaum muslimin, khususnya para ulama dibantai di depan keluarga mereka sendiri oleh pasukan Serbia. Seperti ditulis Muhammad Abdul Mun’im dalam karyanya al-Bushna wal Hersik Ummah Tudzbah wa Syu’ab Yubaa’, para pemuda muslim ditelanjangi. Jika mereka diketahui dikhitan berarti muslim, yang harus dibinasakan. Tempat tinggal kaum muslimin dimusnahkan. Tak boleh ada atap yang tersisa. Kaum muslimin yang masih bertahan hidup dipaksa menyingkir, bukan untuk mengungsi, tapi pergi selama-lamanya. Di beberapa tempat, pasukan ganas Serbia menunggu kaum muslimin yang tengah melaksanakan shalat di masjid. Mereka memaksa keluar dua orang muslim dan menyiksanya. Setelah itu pasukan Serbia segera memuntahkan isi senjatanya ke arah jamaah kaum muslimin yang tengah beribadah. Hari itu, ratusan kaum muslimin dibantai, syahid di tangan pasukan Serbia.

Di beberapa tempat lainnya, mereka mendirikan tenda-tenda dan menyekap para muslimah yang menjadi tawanan. Setelah dirusak kehormatannya, mereka dibunuh dengan keji dan tanpa welas asih. Para muslimah yang sedang hamil dibelah perutnya, lalu dibunuh seperti binatang.

Pembantaian di negeri kita sendiri tak kalah kejinya. Ketika tragedi Poso meletus pada 1998, ratusan muslim dibantai. Diceritakan, ketika pasukan Salib yang menamakan diri Kelelawar Hitam, berhasil menguasai Pesantren Wali Songo, puluhan warga dibariskan menghadap Sungai Poso. Mereka dihimpun dalam beberapa kelompok yang saling terikat. Ada yang tiga orang, lima, enam atau delapan orang. Tangan mereka diikat ke belakang satu sama lain dengan kabel, ijuk, atau tali rafiah.

Sebuah aba-aba memerintahkan agar mereka membungkuk. Secepat kilat pedang yang dipegang para algojo haus darah itu berkelebat memenggal tengkuk mereka. Bersamaan dengan itu, terdengar teriakan takbir. Ada yang kepalanya langsung terlepas, ada pula yang setengah terlepas. Ada yang anggota badannya terpotong, ada pula badannya terbelah. Darah segar pun muncrat. Seketika itu pula tubuh-tubuh tidak berdosa itu bergelimpangan ke sungai.

Bersamaan dengan itu, air sungai Poso yang sebelumnya bening berubah warna menjadi merah darah. Sesaat tubuh orang-orang yang dibantai itu menggelepar meregang nyawa sambil mengikuti aliran sungai. Tidak semuanya meninggal seketika, masih ada yang bertahan hidup dan berusaha menyelamatkan diri. Namun, regu tembak siap menghabisi nyawa korban sebelum mendapatkan ranting, dahan, batang pisang, atau apapun untuk menyelamatkan diri.

Itulah salah satu babak dalam tragedi pembantaian umat Islam di Poso, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Warga Pesantren Walisongo merupakan salah satu sasaran yang dibantai. Di komplek pesantren yang terletak di Desa Sintuwulemba, Kecamatan Lage, Poso ini tidak kurang 300-an orang yang tinggal. Mulai dari ustadz, santri, pembina, dan istri pengajar serta anak-anaknya. Tak seorang pun tersisa. Sebagian besar dibantai, sebagian lainnya lari ke hutan menyelamatkan diri. Bangunan yang ada dibakar dan diratakan dengan tanah.

Identitas para pembantai sudah sangat jelas. Mereka adalah orang-orang Kristen yang dikenal dengan Pasukan Kelalawar Hitam. Dalam aksinya mereka mengenakan pakaian serba hitam. Salib di dada dan ikat kepala merah. Mereka juga sering disebut degan Pasukan Merah.

Selain di Pesantren Walisongo, penyerangan dan pembantaian juga dilakukan di sejumlah tempat. Tercatat 16 desa yang penduduknya mayoritas Muslim kampungnya hancur dan terbakar. Dari arah selatan Poso, kerusakan hingga mencapai Tentena. Dari arah Timur hingga Malei, sari arah Barat hingga Tamborana.

Mengapa mereka begitu bersemangat untuk menguasai Indonesia? Menurut seorang penginjil dan sejarawan Kristen Dr Berkhof, Indonesia adalah daerah pekabaran Injil yang sudah ratusan tahun menguasai negeri bibit firman Tuhan. Misi Kristen di Indonesia telah mencapai banyak kesuksesan. Berkhof mengklaim, jumlah orang Kristen Protestan mencapai 13 juta lebih-di saat penduduk Indonesia berjumlah 150 juta jiwa (8,7 persen).

Pada akhir dekade 1990, saat penduduk Indonesia mencapai 200 juta jiwa, kaum Kristen Protestan malah mengklaim, jumlah mereka sudah mencapai 20 persen akibat sukesnya misi Kristen. Mereka menolak jika dikatakan jumlahnya hanya 5-6 persen. Seorang tokoh Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Dr AA Yewangoe mencatat dalam buku Gereja dan Reformasi, bahwa jumlah orang Kristen di Indonesia, sudah mencapai 16-17 persen. “Kalau lebih optimis 20 persen. Malah bisa lebih,” katanya.

Yewangoe menolak data resmi pemerintah yang menyebutkan bahwa jumlah orang Kristen hanya 5-6 persen. Padahal, berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (supas) yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1990, tercatat, bahwa dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia persentase umat Islam adalah 87,3%. Sementara umat Kristen (Protestan) 6%, Katolik 3,6%, Hindu 1,8%, Budha 1%, serta lain-lain 0,3%.

Jadi, klaim bahwa umat Kristen sudah mencapai 20 persen (lebih) adalah klaim yang sangat berani. Kalau klaim mereka itu benar, berarti jumlah orang Kristen di Indonesia sudah mencapai 40 juta jiwa. Jumlah yang sangat besar! Anehnya, kaum Muslim menganggap sepi-sepi saja perkembangan mereka.

Padahal, bagi kaum Kristen, soal jumlah sangat penting. Mereka begitu sensitif dalam soal ini, sehingga melakukan gerakan pengusiran warga pendatang muslimin dari kantong-kantong Kristen, seperti Timtim, NTT, dan Maluku. Isu-isu anti transmigran Jawa di Irian Jaya sudah lama dihembuskan.

Saat jumlah kaum Kristen mencapai 50 persen atau lebih (Maluku, Irian Jaya, NTT, Timtim, Sulut), mereka akan memaksa kepala daerah orang seagama dengan mereka. Sedangkan kaum muslimin harus menuruti semua kehendak mereka.

Di daerah-daerah mayoritas Kristen tersebut, mereka menggunakan pedoman mayoritas-minoritas. Namun, pada level nasional, mereka menolak prinsip proporsionalitas berdasarkan asas mayoritas-minoritas. Mereka menuntut hak yang sama dengan mayoritas muslim, dan menolak data statistik resmi pemerintah.
Masih menurut Yewangoe, “Tetapi, memang persentase yang kecil itu dengan sengaja dikemukakan berulang-ulang agar kita dirasuki `sikap mental minoritas’. Sikap mental ini sangat berbahaya, apalagi kalau sudah memasuki generasi muda. Ini akan membawa mereka (dan kita sekalian) kepada minderwaardigheids complex (sifat rendah diri). Lalu terus-menerus menganggap diri warga negara kelas dua.” Karenanya, menurut Yewangoe, “Gereja-gereja harus tegas. Walaupun jumlah kita kurang dari orang lain, tidak berarti kita minoritas, lebih-lebih dalam proses pengambilan keputusan.”

Kaum Muslimin Indonesia hendaknya berhenti membanggakan kemayoritasannya, mengingat begitu besarnya “power” yang sudah digenggam kaum Kristen. Kalau kita lihat data dan fakta di atas, lalu kita hubungkan dengan berbagai temuan yang ada, nampaknya kita tengah menyaksikan jarum jam yang bergerak menuju berdirinya kerajaan besar bernama Imperium Kristus. Inilah proses yang sedang terjadi. Waspadalah!


Imam Al-Ghazali

14 November 2008

Suatu hari Imam al Ghazali berkumpul dengan anak2 muridnya. Lalu imam ghazali bertanya(1) “apa yg paling dekat dengan diri kita di dunia ini?” Murid2nya ada yang menjawab org tua,guru,teman,dan kerabat. Imam Ghazali menjelaskan,semua jawapan itu benar. Tetapi yg paling dekat dgn.kita adalah “mati”.sebab itu sudah janji Allah SWT bahawa setiap yg bernyawa pasti akan mati. (Al-Imran 185)

Lalu Imama Ghazali meneruskan pertanyaan yg ke-2 “apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”. Murid2nya menjawab negara china,bulan,matahari dan bintang. Lalu Imam Ghazali menjelaskan semua jawapan yg mereka berikan adalah benar. Tetapi yang paling tepat adalah“masa yg berlalu”. Bagaimanapun kita,apa pun kenderaan kita,tetap kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh itu haruslah kita mengisikan masa kita dgn sebaik mungkin,serta perbuatan yg sesuai dgn ajaran agama.

Lalu imam Ghazali meneruskan pertanyaan yg ke-3 “apa yang paling besar di dunia ini?”. Murid2nya ada yang menjawab,gunung,bumi dan matahari.semua jawapan itu

benar kata imam Ghazali.Tapi yang paling besar di dunia ini ialah“nafsu”(alAraf:179). Maka kita harus berhati2 dgn nafsu. Jgn sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan ke-4 adalah,“apa yg paling berat di dunia ini?” ada yg.menjawab besi,baja dan gajah.semua jawapan hampir benar kata imam Ghazali,tapi yg.paling berat katanya “memegang AMANAH”(al-ahzab72) tumbuhan,binatang,gunung dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka utk.menjadi khalifah di muka bumi ini.

Pertanyaan ke-5 adalah,“apa yg.paling ringan di dunia ini?” ada yang menjawab kapas,angin,debu dan daun2.Semua itu benar kata imam tetapi yg paling ringan di dunia ini ialah “meninggalkan solat”.Gara2 pekerjaan kita tinggalkan solat,gara2 meeting tinggalkan solat.

Pertanyaan ke-6 adalah“apakah yang paling tajam di dunia ini?” murid2nya menjawab dgn serentak,pedang….benar kata imam Ghazali,tapi yang paling tajam adalah “lidah manusia” kerana dgn.lidahlah manusia menyakiti hati org lain,dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Sebelum Imam Syafie pulang ke rahmatullah, beliau sempat berwasiat kepada para muridnya dan umat islam seluruhnya. Berikut ialah kandungan wasiat tersebut:

“Barangsiapa yang ingin meninggalkan dunia dalam keadaan selamat maka

hendaklah ia mengamalkan sepuluh perkara.”

PERTAMA: HAK KEPADA DIRI.

Iaitu: Mengurangkan tidur, mengurangkan makan, mengurangkan percakapan

dan berpada-pada dengan rezeki yang ada.

KEDUA: HAK KEPADA MALAIKAT MAUT

Iaitu: Mengqadhakan kewajipan-kewajipan yang tertinggal, mendapatkan

kemaafan dari orang yang kita zalimi, membuat persediaan untuk mati

dan merasa cinta kepada Allah.

KETIGA : HAK KEPADA KUBUR

Iaitu : Membuang tabiat suka menabur fitnah, membuang tabiat kencing

merata-rata, memperbanyakkan solat Tahajjud dan membantu orang yang dizalimi.

KEEMPAT: HAK KEPADA MUNKAR DAN NAKIR

Iaitu : Tidak berdusta, berkata benar,

meninggalkan maksiat dan nasihat menasihati.

KELIMA : HAK KEPADA MIZAN (NERACA TIMBANGAN AMAL PADA HARI KIAMAT)

Iaitu : Menahan kemarahan, banyak berzikir, mengikhlaskan amalan dan

sanggup menanggung kesusahan.

KEENAM : HAK KEPADA SIRAT (TITIAN YANG MERENTANGI NERAKA PADA HARI AKHIRAT)Iaitu : Membuang tabiat suka mengumpat, bersikap warak, suka membantu

orang beriman dan suka berjemaah.

KETUJUH : HAK KEPADA MALIK (PENJAGA NERAKA)

Iaitu : Menangis lantaran takutkan Allah SWT, berbuat baik kepada ibu

bapa,bersedekah secara terang-terangan serta sembunyi dan memperelok

akhlak.

KELAPAN : HAK KEPADA RIDHWAN (MALAIKAT PENJAGA SYURGA)

Iaitu : Berasa redha dengan Qadha’ Allah, bersabar menerima

bala,bersyukur ke atas nikmat Allah dan bertaubat dari melakukan maksiat.

KESEMBILAN : HAK KEPADA NABI SAW

Iaitu : Berselawat ke atas baginda, berpegang dengan syariat, bergantung

kepada as-Sunnah (Hadith), menyayangi para sahabat, dan bersaing

dalam mencari keredhaan Allah.

KESEPULUH : HAK KEPADA ALLAH SWT

Iaitu : Mengajak manusia ke arah kebaikan, mencegah manusia dari kemungkaran, menyukai ketaatan dan membenci kemaksiatan.